Senin, 20 Februari 2012

1. SAYYIDINA HASAN BIN ‘ALI BIB ABI THOLIB Ra.


Sayyidina Hasan ini adalah seseorang yang paling mirip dengan beliau Rosulalloh Saw. Beliau adalah Wali Qutub Ghouts yang memegang pemerintah lahir batin setelah  wafat ayahnya. Maka beliau berpangkat sebagai pendamai dan penyatu umat. Bermula dari terbunuhnya kholifah ‘Utsman Ra. lalu Sahabat Mu’awiyyah menuntut Sayyidina ‘Ali Krw. Terus berkelanjutan kaum muslimin terpecah menjadi dua golongan yang selalu sengketa dan siap perang sampai khilafah terpegang oleh Syyid Hasan inibeliau lahir tahun 3 Hijriyah dan beliau Kanjeng Nabi sempa mengadzani di telinganya dan memmberi nama Hasan. Wafat tahun 50 Hijriyah di semayamkan di al Baqi’ Madinah. Beliau seorang yang sangat ‘arif dan bijaksana, dermawan dan wira’i. Wira’inya sampai beliau tidak mau dunia dan rela melepas pangkatnya menjadi kholifah karena Alloh dan demi menjaga pertumpahan darah di kalangan muslimin. Waktu kecilnya pernah beliau Nabi sedang sholat menjadi imam bersama para Sahabat, ketika beliau sujud datanglah Sayyid Hasan ini kemudian menunggang pada leher atau punggung Nabi, kemudian Nabi bangun dengan pelan-pelan, setelah selesai sholat para Sahabat seraya bertanya: Ya Rosulalloh, mengapa engkau memperlakukan anak ini tidak sama dengan orang-orang lain? Jawab Rosu : “Anak ini adalah bunga wangiku. Putraku ini adalah putra mahkota dan kelak dengan puteraku ini Alloh akan mendamaikan kembali dua golongan yang bermusuhan”.
Sabda beliau Nabi ini memamng terbukti setelah Sayyid Hasan ini memegang jabatan Kholifah menggantikan ayahnya. Setelah ayahnya terbunuh maka kaum muslimin menjadi dua golongan yang selalu berkobar dan siap perang dan sama kuatnya. Maka terakhir setelah Sahabat Mu’awiyyah cs. siap perang dan berangkat dari Syam dan begitu juga berangkatnya Sayyid Hasan untuk menghadapinya. Akan tetapi setelah terlihat berdekatan dan beliau melihat bahwa kedua golongan ini sama kuatnya dan tidak akan ada yang menang kalau tidak melalui pertumpahan darah yang banyak sekali, lalu beliau mengirim utusan untuk menghadap Mu’awiyyah perlu untuk menyerahkan kekholifahannya kepada Mu’awiyyah dan meminta hendaknya tidak ada tuntutan apapun. Maka kemudian Sahabat Mu’awiyyah menerimanya dan kemudian menjadi damailah semua. Ummat Islam kompak kembali menjadi satu lagi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 41 H. Sehingga dinamakan ‘Amul Jama’ah (tahun persatuan/kekompakan).
Beliau terhadap harta bendanya semua diinfaqkan dengan habis-habisan dan ini sampai terjadi dua kali dan sehingga termasuk juga alas kakinya yang sebelah, sedang beliau hanya memakai alas kaki yang sebelahnya saja.
Beliau berkata : Aku malu dengan Tuhan Alloh, akan mati kok belum pernah berjalan menuju rumahNya (yakni ke Ka’bah Makkah untuk berhaji). Maka kemudian beliau berangkat berjalan kaki dari Madinah sampai Makkah dan terjadi berulang-ulang sampai 20 kali.
Sabdanya kepada putra-putranya : tuntutlah ilm, jika belum bisa hafal tulislah dan simpanlah di rumah kalian semua. Sekian.
Dari kitab Thobaqootul Kubro, as Sya’roniy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar